Hattrick

Maghrib baru saja berlalu. Riuh di pinggir jalan depan rumah. Ada kecelakaan.

Rado beranjak hendak keluar, tapi ayahnya menggak.

“Tidak usah lihat kecelakaan. Bukan tontonan.”

Rado bukan hendak melihat kecelakaan, hanya mau ke warnet di seberang jalan. Tapi mungkin lebih baik menunggu keributan mereda.

Riuh telah sepi. Rado pergi.

***

Pintu diketuk keras. Ayah Rado membuka tergesa.

“Rado, Pak. Rado.”
“Kenapa Rado?”
“Bis! Rado… Bis itu…”

Ayah Rado berjalan setengah berlari di sepanjang koridor. Istrinya berlari kecil mengikutinya. Dokter menyambut di depan ruang ICU.

“Kami sudah berusaha…”

***

Pagi menjelang siang. Mendung tinggal menunggu jatuh. Para ta’ziah baru selesai sholat jenazah. Keranda diusung, Pak Modin memimpin iring-iringan menuju makam.

***

“Macet apa sih ini?”
“Ga tau. Ga keliatan.”
“Ambil kanan Tok. Kanan. Cepat sedikit, aku sudah terlambat hampir satu jam.”
“Ga tau di depan ada pa Rur…”
“Ga ada apa-apa ga… Lihat, ga ada kendaraan dari arah sana. Ayo cepet….”

Injak gas. Dan CRASH.

Tiga pengiring jenazah terlempar seperti pin bowling terhantam bola.

*an ode to Lado Nurkirana, dan semua korban kebengisan jalan raya…*

15 thoughts on “Hattrick

  1. iya… tulisan ini timbul dari keprihatinan atas kebengisan jalan raya. yang, aku merasa kadang menjadi bagiannya…

Leave a reply to latree Cancel reply