*ditulis untuk #15HariNgeblogFF
==============================================================
“Ingat pesanku, Prilly,” Bu Indri mengulang lagi.
“Ya, Bu…” jawabku, juga untuk ke sekian kali.
Siang ini aku harus mewakili Bu Indri bertemu klien. Mangsa besar. Tidak boleh lepas. Aku akan bertemu dengan direkturnya sendiri. Namanya Hutomo.
Bukan salah Bu Indri tidak berhenti wanti-wanti. Aku terlalu sering celelekan saat bertemu klien. Beruntung, kebanyakan klien tidak masalah dengan kelakuanku. Dan sejauh ini, belum ada yang membatalkan kerja sama karena hal itu.
Tapi untuk yang kali ini, Bu Indri tidak mau ambil resiko. Mestinya memang aku ikut menemui Pak Hutomo. Tapi bersama Bu Indri, bukan sendiri. Beratnya, Bu Indri mengancam, “Kalau sampai orang ini lepas, aku harus pikirkan sanksi apa buat kamu.”
What? Memangnya keputusan melanjutkan kerja sama hanya tergantung pada kelakuanku? Bukan salahku juga kalau hari ini Bu Indri harus menggantikan direktur bertemu orang lain. Yang memaksa aku menggantikan Bu Indri untuk presentasi. Bagaimana kalau memang Pak Hutomo memang tidak suka dengan tawaran kami?
***
So here I am. Di tempat yang dijanjikan untuk bertemu. Seperti wanti-wanti Bu Indri, aku tidak boleh terlambat. Jadi aku datang setengah jam lebih cepat. Aku sudah memesan Chocolate Frappe. Harus kuirit-irit kalau tidak mau harus pesan lagi.
Sambil melihat-lihat lagi bahan presentasiku, sesekali aku melihat ke pintu. Sesekali melihat sekeliling restoran. Mencari sesosok pria berumur lima puluhan yang mengenakan jas, atau setidaknya kemeja lengan panjang berdasi. Mungkin memangku laptop, atau sebentuk tablet.
Bodohnya aku. Atau bodohnya Bu Indri? Terlalu banyak pesan untuk hati-hati bicara dan bersikap, tapi Bu Indri tidak memberi tahuku seperti apa bentuk wujud Hutomo! Aku mencoba menghubungi Bu Indri, tapi handphone-nya sudah mati, pertanda dia sudah mulai meetingnya sendiri. Great.
***
Seorang lelaki muda masuk sendirian. Aku mengenali sosoknya. Kami hampir tiap hari ketemu di Bus Trans. Sesekali ngobrol tentang hal-hal tak penting. Aku melambaikan tangan padanya, dia mendekatiku.
“Hai”
“Menunggu seseorang?”
“Ya. Tapi aku tidak tahu orangnya seperti apa. Aku cuma tahu namanya.”
“Haha… Kok bisa?”
Aku cuma menepiskan tangan, enggan menjelaskan.
“Mau duduk menemaniku sebentar? Kami janjian masih lima belas menitan lagi.”
Dia duduk di kursi di hadapanku.
“Jadi, kamu menunggu orang yang seperti apa?”
“Mengingat bosku berpesan untuk bersikap super santun padanya. Dan mengingat namanya. Kubayangkan dia lahir tahun enampuluh-an. Tinggi, besar. Perutnya agak buncit. Memakai jas, atau kemeja lengan panjang berdasi. Datang bersama sekretarisnya yang seumuran aku.”
“Hahaha… Aku penasaran bagaimana kalian nanti akan bertemu.”
“Sama”
“Tapi lucu juga ya. Aku tahu bentukmu, tapi tidak tahu namamu”
“Ah iya. Aku juga.”
“Jadi, siapa namamu?”
“Prilly.”
“Jangan bilang kamu menunggu Hutomo.”
“Kamu…”
😀
wah kliennya ganteng ya mba….ahahaha nice story
Pingback: [#15HariNgeblogFF] Daftar tulisan judul [1] Halo, siapa namamu? « Philophobia
hahaha.. lucu
Waa…tau gitu ngobrol aja di halte :))
keren , like always 😀
ah. sebenernya udah ketebak dari awal kan ya 😀
Kalo boleh jujur.. udah ketebak pas ketemu cowo gantengnya.. 😀
Cuma karena cowonya ganteng… Saya suka endingnya..
Hehehehe
scroll up scroll down scroll up scroll down…
mana mana yang bilang itu cowok ganteng? kan cuma dibilang muda… hahaha… ini pada membayangkan sendiri sih :p
hiyaaaah, kereen mbak’e ^_^v
salam kenal yaaa…sukses slalu
heuheuheuheu…ini awkward moment banget…hahahahahaaa…..#kemudian hening#
wahahahah~
kebetulan kliennya ganteng 😀
Waah.. imajinasiku tll berlebihan utk soal ini.. *virusjupee..
hahahahahahaa.. asiikk.. makin mudah presentasinya 🙂
endingnya khas mbak latree. 😀
ehhee… ga asik juga ya kalau ketebak endingnya khas diriku… 😀
wahahahaa….