*untuk Prompt #13 di Monday Flash Fiction*
gambar: Dok pribadi RinRin Indrianie
Perlahan kuparkir mobil di halaman yang tak seberapa luas, lalu turun dan berjalan ke arah warung. Seorang laki-laki setengah baya yang tadi sedang duduk khusyuk membaca menutup Qur’an di tangannya, berdiri.
Dia tidak langsung mempersilakan aku duduk.
“Mangga Neng, ada yang bisa Bapak bantu?”
“Ah, saya mau numpang istirahat saja, Pak. Sepertinya saya butuh kopi, dari tadi menyetir, lelah dan mengantuk…”
Sambil membuatkan kopi bapak itu bertanya kepadaku, “Jalan jauh?”
“Iya, Pak.”
Aku berharap dia bertanya aku siapa, dari mana, mau ke mana, mau apa. Tapi dia hanya mengulurkan kopi ke hadapanku sambil tersenyum.
“Sepi ya Pak, kalau jam segini?”
“Iya Neng, nanti agak siang pas jam istirahat, baru agak ramai. Juga kalau malam, banyak pekerja pabrik di sana itu mampir kemari…” katanya sambil menunjuk sebuah bangunan yang dikelilingi pagar tinggi.
“Itu pabrik apa Pak?
“Pabrik keramik Neng. Dulu anak Bapak kerja di situ. Teman Bapak yang bawa ke sana. Tapi dia ga tahan. Pekerjaannya terlalu kasar, katanya…”
“Anak Bapak perempuan?”
“Laki, Neng. Seharusnya dia…”
Dia tidak meneruskan kata-katanya. Lalu pura-pura sibuk membereskan meja.
Kopi di gelasku sudah habis. Aku berdiri dan membayar.
“Nuhun, Neng. Maafkan Bapak, tapi wajah Neng sungguh mirip anak Bapak itu. Sampai Bapak berpikir, jangan-jangan Neng ini… Ah… Maafkan. Hati-hati menyetir ya…”
Kuucapkan terima kasih. Aku kembali masuk ke mobil. Kulambaikan tangan ke arah laki-laki tua itu. Kututup jendela, lalu pergi dari tempat itu. Kubiarkan air mata yang sejak tadi kutahan, mengalir di pipi dan jatuh membasahi dadaku.
Abah, maafkan anakmu. Aku belum siap mengaku di hadapanmu. Bahwa setelah meninggalkan rumah tiga tahun yang lalu, aku bekerja di salon kecantikan, dan kadang melayani laki-laki hidung belang. Untuk biaya hidupku. Juga agar aku bisa mendapatkan biaya operasi wajah dan dadaku.
……………. 😐
iki komen apa to ya 😐
oh.. jadi mbak mano dulunya co.. *dibekep*
mungkin. masih keliatan sisa-sisanya kan mas…
Oohh….dulu jadi begitu ya mba La *kaboooor* qiqiqiqi
Keren banget.
terima kasih, ajen.. tulisanmu juga selalu keren 🙂
bagus banget mba #cuma bisa komen itu 😀
gapapa, terima kasih sudan komen walau cuma begitu hehe… 😀
lah 😀
loh 😀
Anak (mendekati) durhaka. . . dan seketika ngakak membaca isi komennya. ups! Maaf mbak 😉
lah kenapa minta maaf? ngakak aja, bebas kok 😉
Eh..gag nyangka.. Bagus mbak 😉 sukaaaa
makasih ranny 🙂
Wooo.. Sedih ceritanya. Harusnya ngaku. Mesakkke si Abah. 😦
iya sih. tapi kubayangkan, si Abah bisa lebih sedih kalau tahu yang sebenernya. makanya si ‘aku’ juga belum berani ngaku…
like 😀
Aduh..aduh.. Kasian is Abah..
kasihan juga anaknya…
endingnyaaa akkk, agak gimana gitu , miris, cuma keren berasa dapet jackpot!
oh ya. gimana sih rasanya dapat jackpot, aku belum pernah hihi…
makasih ya sudah mampir 🙂
keren (juga)!. haduuuu, jadi tambah puyeng nih mikirin ide yang gak nongol2 😀
ayooo peres lagi idenya……
oalaaaah….cucook cyiiin
btw mungkin begitu kali yah perasaan smua cowok yg pindah genre ke perempuan kalo ketemu orang tuanya 😦
mungkin 😐
Duh, kenapa si nggak ngaku aja. Nggak kasihan sama bapaknya hiks ..
kerennnn banget seperti biasa. Cuma saya kok agak terganggu ya dengan kalimat ini, kalau biasanya yang lagi khusyu itu ga sadar kalau ada orang dateng. Baru kalau di tepuk atau di toel baru ngeehh . Tapi itu khsyu versi ku loh ya mbak hehe
aku suka yang bagian dada * Loh
eh iya ya. tapi mungkin si bapak ini khusyuk tapi sambil terjaga, kan lagi jaga warung 😀
khusyuknya orang kan memang beda2. kayanya mbak hana udah tingkat tinggi 🙂
dalam tiga tahun aja udah bisa nyetir mobil sendiri. hmm…pasti tarifnya tinggi nih… *ehhh…. 😀
ng… nganu om, ini mobil pinjem bos salon 😀
Oh, sedih juga nih ceritanya 😦
Tapi kok saya ga nemu poin tentang kenapa si anak cowok itu lebih milih kerja di salon kecantikan dan berubah jadi cewek? Apa hanya demi uang? Kenapa harus susah-susah jadi manusia setengah cewek ya? Jadi gigolo aja juga kan bisa
sepertinya kamu kesulitan memahami cerita. kamu membalik-balikkan antara ‘tujuan’ dan ‘usaha’.
coba baca lagi, kalau kamu teliti mungkin kamu bisa menemukan alasan sebenarnya dia meninggalkan rumah. mana yang ‘untuk apa’, dan mana yang ‘dengan cara apa’.
ealah aku udah baca rupanya! tapi di hp, makanya ga gomen, hehehhe…
sekalinya komen begini –“
Ealah… tadi nebak-nebak sendiri, kirain tu si anak bapak meninggal di pabrik. Eh ternyata tak kusangka tak kuduga 😀
kirain anaknya meninggal.. ternyata… sutralahhhh…hihi
*melambaikan tangan pada si anak*
amit2 #ketok meja 3x