Geek in High Heels: Cemilan Yang Asik Dibawa Jalan

Geek in High Heels
Octa NH
Stiletto

============

Aku tidak banyak membaca chicklit. Well in fact, aku tidak banyak membaca apa pun, haha.

Membaca Geek in High Heels rasanya riang gembira sepanjang masa. Dimulai dari bentuk fisik bukunya yang mungil dan ringan seperti aku, nyaman buat dibawa ke mana saja, bahkan bisa dimasukkan ke saku jaket. Jadi memang aku sengaja bukan meluangkan waktu khusus duduk membacanya. Buku ini asyik menjadi teman naik angkot, nunggu pesanan nasi goreng, nunggu kelas aerobik dimulai…

Dilanjutkan dengan bahasa ceritanya yang ringan mengalir, renyah dan menyenangkan. Bukan jenis cerita yang memaksa kita mikir berkerut dahi, apalagi sampai mengulang-ulang beberapa bagian karena belum juga mengerti. Tidak ada teka-teki yang harus dipecahkan, tidak ada petunjuk yang harus dianalisa. Oh, wait, ini memang bukan cerita detektif.

Lalu dari awal hingga akhir cerita, kita diajak makan di restoran, jalan-jalan ke toko buku, belanja sepatu, nongkrong di kafe. Bahkan ketika si tokoh sedang galau pun, acaranya tetep itu. Athaya di tokoh utama, adalah perempuan mandiri yang tenang. Tidak gampang panik. Penuh percaya diri. Gimana ndak tetap terjaga riang gembira?

***

Untuk orang yang mengalami masa kecil (hingga dewasa) yang bahagia dalam sederhana (bahkan orang lain mungkin menyebutnya penuh derita), cerita ini seperti mimpi. Hidup isinya enak dan enak. Orang tuamu berada. Kamu sendiri punya pekerjaan dengan penghasilan lebih dari lumayan. Hiburan kesedihan adalah makan dan beli sepatu, sampai ada sepatu yang hanya dipakai sekali lalu masuk rak entah sampai kapan.

Well, entah ya. Mungkin ada yang seperti itu. Tapi aku belum bisa membayangkan aku sendiri seperti itu.

Satu-satunya kegalauan adalah perihal jodoh, yang sebenarnya ini juga ndak galau-galau amat. Maksudku, kalau kamu sudah berusaha tampil menarik, bersikap menyenangkan, tapi belum ada juga yang naksir apalagi ngajak nikah, boleh lah itu dibilang masalah. Di sini malah ada dua orang yang naksir. Satunya eksekutif muda, satu lagi penulis ternama. Dua-duanya ganteng, keren, mapan. Tinggal sholat istikharah, selesai. Haha. Yah tentu ndak bakalan jadi novel kalau ceritanya cuma begitu, ah!

20140205-130126.jpg

Entah aku yang tidak bisa membayangkan hidup awang-awang, atau memang cerita ini kurang membumi. Oke lah kalau pun ada gaya hidup semacam yang dijalani Athaya. Barangkali juga ada penulis yang langsung jatuh cinta pada pandangan pertama dengan orang asing yang dijumpainya di sebuah kafe. Atau penulisnya memang sengaja ingin menyajikan tema yang ringan-ringan saja.

However, cerita dan tutur yang ringan dan sederhana ini justru nyaman dibaca karena Octa tidak berusaha sok dalam, sok filosofis, atau sok romantis. Maksudku. Kalau kamu bisa dalam, atau filosofis, atau romantis puitis, itu bagus. Tapi kalau hanya mencoba demikian tapi hasilnya nanggung, malah ndak enak dibaca hehe…

Ibarat makanan, novel ini memang bukan makanan berat yang mengenyangkan, tapi asik buat cemilan. Demikian 🙂

10 thoughts on “Geek in High Heels: Cemilan Yang Asik Dibawa Jalan

  1. Saya juga sempat berandai-andai menikmati hidup seandainya berada di posisi Athaya mba La.. Dapat novel gratisan dari Kelana sekaligus ngincipin kue-kue enak kiriman Ibra.
    Hehehe… 😀

Leave a reply to missrochma Cancel reply