Pengganggu Rumah Tangga

“Oke, aku juga mau pipis dulu.”

Kututup telepon dan bergegas ke toilet. Sebentar lagi suamiku datang menjemput, mau mengajak makan siang. Tadi pagi tiba-tiba ada ide mendadak. Aku ingin segera diwujudkan, kalau ditunda-tunda nanti hanya akan berakhir jadi wacana. Seperti yang sudah sudah. Membahas lewat chat dan telepon kurang mantap, jadi kami putuskan untuk ngobrol sambil makan siang.

Kembali dari toilet, ponselku berdering lagi. Kupikir suamiku. Ternyata anakku.

“Ibu, bisa makan siang bareng?”

“Oh, iya bisa. Ibu barusan janjian sama Bapak.”

“Makan di mana?”

“Belum tahu, tapi ini Bapak sedang perjalanan jemput Ibu.”

“Kalau gitu aku ke kantor Ibu aja, ya. Nanti tinggal ikut.”

Mereka berdua datang di waktu yang hampir bersamaan. Bertiga sama-sama belum punya ide mau makan di mana. Akhirnya diputuskan untuk makan gudeg di beberapa blok dari kantor.
Warung gudeg tujuan kami tidak terlalu ramai. Ketika sedang menyeberang, seseorang menyapa suamiku.

“Hoi, Mas!”

“Eh, apa kabar? Loh, kok di sini?”

Sepertinya teman yang lama tidak bersua. Ya sudah lah. Aku dan anakku lebih dulu masuk ke warung dan memesan. Suamiku menyusul kemudian, bersama temannya itu.

Pesanan keluar. Aku dan anakku mulai makan. Suamiku masih mengobrol dengan temannya di meja lain.
Aku kirim pesan whatsapp, “Ayo makan. Nanti kalian janjian lagi aja kalau mau ngobrol kangen-kangenan.”

Suamiku pindah ke meja kami.

Seorang pelanggan di meja lain rupanya juga kenal dengan teman suamiku itu. Mereka ngobrol sambil jalan keluar. Oke. Jadi aku bisa mulai membahas ide tadi sekarang.

“Jadi gitu,” kataku, “aku pengin pergi sendiri tapi nanti ngelangut. Kamu kalau nemenin mau nggak, soalnya….”

Orang itu masuk lagi, lalu duduk di kursi di samping meja kami.

“Orang BRI itu tadi,” katanya.

Suamiku manggut-manggut. Teman suamiku lanjut bicara tentang teman-teman mereka yang lain. Menanyai suamiku, selama ini di mana aja, aktivitasnya apa. Aku dan anakku berpandangan.

“Aneh nggak sih?” tanyaku pada anakku dengan gerak bibir.

Anakku mengangguk.

Pria itu terus bicara, dan suamiku terus saja meladeninya.

“Kalau Ibu ingetin, kita lagi mau bahas hal penting, gimana?” aku umak umik lagi ke anakku.

Dia mengangguk setuju.

Aku berdiri ke arah pria itu, “Maaf, Mas. Kami sedang mau bahas masalah penting.”

Dia tampak terkejut, berdiri, lalu minta maaf, “Oh… saya kira sedang santai-santai.”

“Eng… ya santai sih. Tapi ini saya ijin keluar dari tempat kerja, anak saya juga. Janjian di sini sekalian mau bahas hal penting dan mendadak. Maaf ya. Nanti kalau sudah selesai urusannya biar suami saya janjian sama Mas, bisa ngobrol sepuasnya.”

“Oh, iya iya. Gapapa. Nanti saya lanjut WA-nan aja.”

Dia berlalu.
Aku duduk.
Anakku geleng-geleng.

“Yang nggak sopan temenmu ya, bukan aku. Nggak lihat aku lagi bicara serius?”

Suamiku cuma senyum-senyum sambil lanjut makan.

“Jadi kita lanjut bahas sekarang?”

jangan sungkan kalau mau komen :)