Hari Musik Dunia Swaranabya

Setelah sekian tahun hiatus karena LDR dan dilanjut dengan pandemi, rasanya seperti disembur oksigen setelah berjuang melawan sesak napas.

Memperingati Hari Musik Dunia, 25 Juni lalu Dewan Kesenian Semarang menggelar Gilo-gilo; pentas musik yang merangkul musisi-musisi Semarang dari berbagai genre dan komunitas. Swaranabya dengan genre entah, mendapat kesempatan untuk ikut tampil dan mendayukan panggung.

Campur aduk rindu, senang, gugup, lupa lirik, lupa kunci; persis seperti acaknya proses musik kami.

Untunglah walau bertahun tidak perform bersama, Iwan masih memetik gitar. Ipank masih menggesek biola. Aku masih menarik suara. Benang yang menghubungkan kami masih ada. Masih kuat.

Cuaca yang mendadak hujan badai sempat membuat mood kami berantakan. Tapi kami tidak ingin momen pertama kami kembali ke panggung setelah sekian lama, rusak begitu saja. Jadi kami bertahan. Bersama panitia yang terpaksa mengatur ulang sound system dan merombak run down acara, agar semua tetap berjalan.

Alunan nada di birama-birama awal sungguh terasa gugup dan ragu. Tapi setelahnya, semua mengalir lagi. Tidak disangka, audiens yang hadir mengapresiasi penuh persembahan Swaranabya. Kali ini Swaranabya membawakan empat lagu. Tiga lagu belum dipublikasikan di platform musik mana pun, termasuk di antaranya lagu baru dari puisi almarhum Handry TM – Lagu Fana; dan satu lagu andalan Yang Berhasrat Meminangmu, Kekasihku.

Terima kasih Dewan Kesenian Semarang. Terima kasih semua.

Swaranabya is back.

pendam

IMG_8647

yang sekian ratus purnama mengendap di kedalaman

menjelma kepedihan di permukaan

mata remaja itu begitu lugu

luka ditimbun satu persatu hingga beribu

kata-katanya tak kuasa bersuara

hanya jerit dalam hampa

masa, oh, masa

bila kau ijinkan segalanya terbuka?

unconcsiousness

jauh di dasar

di bawah sadar

telah mengerak perasaan bersalah

entah siapa yang telah kita lukai

kau, aku, atau orang yang menyimpan kita dalam setiap rapal doa

 

jauh di dasar

di bawah sadar

telah mengerak sebuah harapan

untuk dapat memperbaiki

benar, salah, telah menjadi entah yang perih namun memabukkan

 

bukankah sebenarnya kita tak punya kenangan selain luka?

waktu telah menumpukkan debu, menutup ingatan

bukankah kita telah menjadi jiwa yang benar-benar berbeda?

lalu mengapa kita mencoba membaca luka sebagai bahagia?

 

tak ada

tak ada

tak ada

satu dua tiga

berkecambah

lalu punah.

aku ingin….

aku ingin pecel

aku ingin salad buah

aku ingin jus semangka

aku ingin kamu….

 

aku ingin oreo

aku ingin donat coklat

aku ingin pizza

aku ingin kamu….

 

aku ingin terbang

aku ingin berlayar

aku ingin melakukan perjalanan

aku ingin kamu….

 

aku tidak ingin apa apa

aku cuma ingin kamu….

lugut….

kita telah kehabisan gairah dan rasa ingin tahu

jika masih ada sentuh

padaku tinggal rindu yang teraniaya

segala yang lembut telah berubah menjadi lugut