Judul: Origin
Penulis: Dan Brown
Penerbit: Double Day, New York
versi Indonesia:
Penerjemah: Ingrid Dwijani Nimpoeno, REinitha Amalia Lasmana, Dyah Agustine
516 halaman
PT. Bentang Pustaka, November 2017
.
I
Dulu, di awal kelas satu SMP (sekarang disebut kelas tujuh), aku ingat di pelajaran Pendidikan Moral Pancasila, kami mempelajari tentang keberadaan Tuhan. Tentang kesadaran manusia akan sebuah kekuatan di balik kehidupan. Siapakah dia yang ada sebelum semesta ini ada? Siapakah yang menciptakan semua?
Lalu di pelajaran Fisika (lupa kelas berapa) dibahas tentang berbagai teori terbentuknya galaksi; bintang, planet, satelit. Di pelajaran Biologi (kalau ndak salah kelas 1 SMA) dibahas tentang Teori Darwin versus Lamarck.
Semua berujung di pelajaran Agama; Tuhan menciptakan semesta dan seluruh makhluk penghuninya.
.
II
Edmond Kirsch, miliarder, ahli komputer, futuris, dan ateis; berencana mengumumkan penemuannya yang mengungkap tentang asal-usul (dan akhir) kehidupan di hadapan ratusan tamu, dan disiarkan untuk disaksikan jutaan pemirsa di seluruh dunia. Robert Langdon, ahli kode dan simbol, dosennya di masa kuliah, diundang sebagai salah satu tamu dalam acara itu.
.
Dari mana asal kita? Ke mana kita akan pergi?
“Ilmuwan dan spiritualis sering menggunakan kosakata berbeda untuk menjelaskan misteri-misteri jagat raya yang persis sama. Konfliknya sering kali menyangkut semantik, bukan substansi.” (Robert Langdon) – (Hal. 66).
Di awal cerita, Edmond Kirsch menemui tiga pemuka agama dunia (Uskup Valdespino – Katholik, Syed al-Fadl – Islam, Rabi Köves – Yehoda) untuk menceritakan penemuannya, sebelum pengumuman kepada dunia. Reaksi ketiganya setelah mendengar paparan singkat Edmon, terus terang, membuat penasaran. Apa kiranya penemuan itu, yang akan segera diumumkan, yang katanya berpotensi menghancurkan iman pemeluk agama-agama di dunia?
Benarkah sebegitu meresahkan hingga Edmond Kirsch harus dibunuh, agar pengumumannya urung? Lalu kenapa dua dari tiga pemuka agama itu juga mati terbunuh?
Kehadiran Putra Mahkota Spanyol yang bertunangan dengan Ambra Vidal, pengelola museum tempat Kirsch menyiarkan penemuannya, menyajikan alternatif tokoh untuk diduga menjadi pelaku pembunuhan Kirsch.
.
Ada banyak narasi yang bagiku tidak terlalu menarik, sebenarnya bisa di-skip tapi tentu saja tidak karena aku tidak mau kehilangan detail yang mungkin memengaruhi jalan cerita. Deskripsi detail tentang karya dan ruang yang begitu banyak, sebagian memang menjadi kunci pemecahan teka-teki dalam cerita. Sebagian sisanya barangkali memang perlu dihadirkan, sebagai, uhm, pelengkap?
Ada hal yang mengusik tentang bagaimana Robert Langdon dan Ambra Vidal dengan begitu mudahnya menemukan kata sandi untuk mengaktifkan komputer utama yang akan digunakan untuk menayangkan presentasi Kirsch. Tidak, bukan tanpa halangan dari pihak yang masih kabur agar mereka gagal menuntaskan keinginan Kirsch untuk mengumumkan penemuannya. Tapi semua halangan bisa dilalui dengan mudah, berkat Winston, komputer cerdas bikinan Kirsch. Dan hampir tidak ada kesulitan memecahkan simbol dan kode untuk menemukannya. Tidak ada salah tuju. Tidak ada salah tafsir. Langsung ketemu, dan benar. Ini terasa, tidak enak.
Ada penasaran lanjutan ketika akhirnya penemuan Kirch berhasil diumumkan. Juga tentang respon dunia yang diceritakan sepintas. Halo. Kenapa para Pemuka agama itu begitu resah dengan penemuan seperti itu? Atau ilmuku yang tidak sampai? Atau aku mulai kehilangan ketuhanan sehingga menganggapnya ‘biasa’?
Tapi kengerian sesungguhnya bukan tentang penemuan Kirsch yang diumumkan itu. Satu hal, yang bahkan Kirsch sendiri tidak (sempat) tahu. Dan seperti biasa ketika kita menemu twist di akhir cerita, kita merasa penulis ‘menipu’ pembaca sejak awal cerita.
.
Pola adalah rangkaian yang teratur dan dapat dibedakan. …Kode harus lebih dari sekedar membentuk pola–kode harus membawa data dan menyampaikan makna. – (Hal. 485).